Portal berita zistnews.com akhir-akhir ini menjadi sorotan publik setelah beberapa artikelnya menimbulkan perdebatan luas di media sosial. Artikel-artikel tersebut, yang membahas berbagai topik seperti politik, gaya hidup, hingga isu sosial terkini, memicu reaksi beragam dari netizen—mulai dari pujian hingga kritik pedas.
Netizen, terutama yang aktif di platform seperti X (sebelumnya Twitter), Facebook, dan Instagram, memberikan tanggapan yang mencerminkan polarisasi opini publik terhadap media digital saat ini. Artikel Zistnews yang baru-baru ini ramai dibicarakan berjudul “Generasi Z: Antara Produktivitas dan Gaya Hidup Fleksibel”. Artikel ini menyoroti perubahan pola kerja dan nilai-nilai generasi muda dalam dunia kerja. Namun, alih-alih hanya dianggap sebagai analisis ringan, tulisan tersebut langsung menuai reaksi dari berbagai kalangan
Beberapa netizen mengapresiasi keberanian Zistnews dalam mengangkat tema yang relevan dan dekat dengan keseharian anak muda. Akun @kulturmedia menulis, “Zistnews cukup jeli menangkap fenomena sosial terkini. Artikel ini bisa jadi bahan refleksi, terutama bagi para manajer yang masih berpegang pada pola kerja lama.”
Namun, tak sedikit pula yang mengkritik gaya penulisan dan sudut pandang yang dianggap bias. Seorang pengguna di Facebook mengomentari, “Bahasannya terlalu sepihak, seolah-olah semua Gen Z itu anti kerja keras. Padahal kenyataannya jauh lebih kompleks.” Kritik tersebut merujuk pada narasi yang dianggap menggiring opini bahwa generasi muda lebih malas atau tidak berkomitmen, sesuatu yang oleh sebagian pembaca dinilai menyederhanakan realitas sosial.
Selain soal isi, Zistnews juga dikritik dari segi akurasi data. Dalam artikel tersebut, disebutkan beberapa angka terkait preferensi kerja jarak jauh di kalangan milenial dan Gen Z, namun tidak dicantumkan sumber data yang jelas. Hal ini memicu diskusi di kolom komentar dan forum diskusi daring, mempertanyakan integritas jurnalistik dari media tersebut.
“Kalau mau disebut media profesional, tolong sertakan data yang bisa diverifikasi. Jangan cuma opini dikemas seolah-olah itu fakta,” tulis akun X @jurnalisme_sehat, yang kerap menyoroti kualitas pemberitaan media digital di Indonesia.
Di sisi lain, ada pula netizen yang membela Zistnews dan menganggap reaksi publik yang berlebihan justru menandakan bahwa media tersebut berhasil menyentuh isu sensitif yang selama ini belum banyak dibahas secara terbuka. “Saya pikir kita memang butuh media seperti Zistnews yang berani menyuarakan hal-hal yang mengganggu kenyamanan. Apakah kita tidak boleh dikritik sebagai generasi?” ujar salah satu komentar yang viral di TikTok.
Melihat respons yang begitu luas, Zistnews pun memberikan klarifikasi melalui akun Instagram resminya. Dalam unggahan tersebut, mereka menyatakan bahwa artikel yang dimaksud adalah opini berdasarkan analisis tren global dan tidak bermaksud menyudutkan pihak manapun. Mereka juga menyambut baik segala bentuk kritik dan menjanjikan peningkatan kualitas riset serta transparansi sumber ke depannya.
Fenomena ini menunjukkan bagaimana media digital masa kini tidak bisa lepas dari partisipasi aktif publik. Interaksi dua arah antara media dan pembacanya menjadi hal yang tak terhindarkan. Bukan hanya media yang menyampaikan informasi kepada publik, tetapi publik pun kini aktif menilai, mengoreksi, dan bahkan menuntut pertanggungjawaban atas setiap isi pemberitaan.
Sebagai bagian dari ekosistem digital, netizen memainkan peran penting dalam menjaga kualitas informasi. Sementara itu, media seperti Zistnews dihadapkan pada tantangan untuk terus meningkatkan profesionalisme, tanpa kehilangan keberanian untuk mengangkat isu-isu yang mungkin tidak populer.
Dengan berkembangnya budaya literasi digital di Indonesia, diskusi seperti ini patut diapresiasi. Ia mencerminkan bahwa masyarakat mulai sadar akan pentingnya akurasi, objektivitas, dan etika dalam pemberitaan—sebuah langkah positif menuju lanskap media yang lebih sehat dan bertanggung jawab.